Kamis, 23 April 2015

Cerpen "Cinta adalah nama lain dari saling melengkapi "



Theng…Theng… Theng… Suara benda usang itu membangunkanku, sekuat tenaga kuasah mataku setajam mungkin agar bisa melihat senyuman sumbringah sang mentari. Kembali kualihkan pandanganku kepada makhluk yang membangunkanku tadi. Lalu dia berkata, ”Sekarang pukul tujuh pagi, kau terlambat” Sambil mencibirku.
Ya Ampuuun! Aku terlambat! Meskipun sudah pukul tujuh, aku akan tetap berangkat ke sekolah. Aku harus bisa meraih cita-citaku sebagai “Penyelamat Nyawa Sejuta Umat”. Sekarang pukul tujuh lewat lima belas menit, setidaknya tinggal satu perjuangan lagi, agar aku sampai ke sekolah, yaitu menyusuri jalan hingga ke pangkalan angkot.
Ketika aku berjalan, di seberang jalan yang jaraknya tak lebih dari tiga meter, kudapati seorang lelaki yang memakai seragam yang sama denganku, dan kuyakini kita pasti satu sekolah. Hehe, setidaknya aku tidak sendirian terlambat. Kupercepat langkahku guna mengiringi langkahnya yang besar itu.
Lalu aku menaiki angkot yang sama dengannya, dan.. “pump” kepalaku membentur palang pintu angkot tersebut. Dan tanpa rasa ibanya, lelaki tadi mentertawaiku tanpa sedikitpun takut kalau nantinya aku bakal tersinggung. “Ist, cowok macam apaan itu? Beraninya mentertawakan cewek! Untung saja cuma dia yang ada di angkot” Gerutuku dalam hati.
Lalu kami sampai dan turun dari angkot. Sebelum aku turun, dia memberiku sebuah ultimatum yang menurutku plus modus dari dia. “Hati-hati ya gadis manis, jangan sampai kecedot lagi, kasian ntar kepalanya.” Sambil menampakkan senyum tipis di wajahnya.
***
“Eh, kamu kok tumben telat sih Na? Biasanya kan kamu the diligent student hehe..” Tanya Maya padaku, Maya adalah sahabat sehidup semati seperjuangan denganku.
“Iya, Anna ada acara keluarga kemarin dan pulangnya jam dua belas gitu, jadi telat deh bangunnya.” Terangku singkat pada Maya, karena Maya bukan tipe orang  kepo yang butuh jawaban panjang lebar dalam menjawab sebuah pertanyaan.
“Ya udah, kita ke kantin yuk Na, laper niih mumpung gurunya belum datang!?”
Setibanya di kantin, aku melihat lelaki itu lagi, dia bersama seorang cewek yang terkenal di sekolah ini, ya Kak Vinra mereka mesra sekali seperti orang tengah pacaran atau mereka benar-benar sepasang kekasih? Di luar dugaan, aku melontarkan pertanyaan kepada Maya mengenai jati diri cowok tersebut. Dan ternyata Maya mengetahuinya.
“Dia itu Iqbral, cowok pintar yang mungkin IQnya setali tiga uang dengan Einsten.” Jelas Maya.
Bagaimana mungkin cowok yang tidak mempunyai attitude, memiliki otak sebrilian itu???
***
Ketika aku pulang dengan Maya, Iqbral menghampiriku.
“Haiii gadis manis, mau dianterin pulang nggak?” Ajaknya, sambil memasukkan tangannya ke dalam saku untuk menimbulkan efek keren, yang sama sekali tak ampuh bagiku.
“Kamu lucu ya? Kamukan tadi naik angkot bareng aku, terus mau nganterin aku pake apaan?” Ledekku.
“Aku bawa motor, cuma kemaren sengaja aku tinggal di sekolah, biar paginya aku bisa pergi bareng sama kamu, kamu mau kan?” Tanyanya dengan wajah sedikit memelas.
“Nggak mau, ajak aja tu kak Vinra, dia kan pacar kamu!” Tolakku.
“Hmm, kayaknya ada yang cemburu nih” Seketika wajahnya yang memelas tadi berevolusi seperti wajah orang yang berhasil memenangkan lotere.
“Siapa yang cemburu? Kenal aja enggak? Ya udah, mendingan kita pulang aja yuk May!”
Begitulah cara Iqbral mendekati diriku, sudah sebulan lamanya dia bersusah payah merebut hatiku dengan setiap hari membawa bunga, mengajakku untuk pulang dan pergi ke sekolah bardua, sampai dia pernah menyanyi di tengah-tengah kerumunan sekolah yang lagunya itu merupakan karyanya sendiri yang dipersembahkan khusus untukku. Tapi aku malah berkata, “Jangan pernah ganggu aku lagi!” Lalu aku pergi dan menjauh dari Iqbral. Aku berharap setelah kejadian itu, dia tidak akan pernah berani lagi mendekati aku.
***
Dan benar, sudah seminggu dia tidak pernah lagi menampakkan batang hidungnya lagi kepadaku. Kemana Iqbral? Apa hanya segitu pembuktian cintanya kepadaku???
“May, kamu lihat Iqbral nggak sih?” Tanyaku dengan harap-harap cemas.
“Yee, kemaren kamu tolak dia, sekarang kamu tanya-tanya tentang dia? Kamu beruntung tahu Na, orang seganteng dan sepintar Iqbral bisa cinta mati sama kamu. Ya kalau itu aku nggak tahu Na, coba aja kamu tanya sama kak Vinra, dia kan kakaknya Iqbral!”
“Haa kamu bercandakan bilang kak Vinra kakaknya Iqbral? dan darimana kamu tahu kalo dia cinta mati sama aku?” Aku bener-benar merasa bingung.
“Ya, udah langsung saja kamu tanya sama kak Vinranya kalo nggak percaya!”
***
“Kak, bener nggak kalo kakak, kakaknya Iqbral?” Tanyaku heran.
“Iya sayang, kakak kakaknya Iqbral, sekarang tu dia lagi terbaring lemah di rumah, dia nggak mau makan semenjak kamu nolak dia. Sebenarnya, dia itu udah lama banget suka sama kamu, tapi baru sekarang dia berani untuk ngungkapinnya.” Terang kak Vinra. Entah kenapa kakiku segera melangkah ke rumah Iqbral, tanpa menghiraukan kalau sekarang masih dalam jam belajar. Aku berbohong kepada satpam, dan menyatakan bahwa aku ingin pulang dikarenakan magku yang kambuh.
Sesampainya di rumah Iqbral, aku langsung diantarkan pembantunya ke kamar Iqbral.
“Ini kamar tuan Iqbral, non” Katanya dengan sopan.
Lalu aku memeluk Iqbral dan mengatakan perasaanku yang sebenarnya bahwa aku mencintainya juga. Aku hanya takut bahwa ketika aku nantinya terlalu mencintai Iqbral, dia akan bosan pacaran dengan cewek yang kuper sepertiku.
“Dasar gadis  yang aneh, pacaran itu tidak akan ada kata bosan, jika kita saling mencintai dengan tulus. Karena cinta itu nama lain dari saling  melengkapi.” Dia membalas pelukanku dengan sangat erat.
“Hmm, Bral aku susah nafas kalo kamu memelukku erat seperti ini. Tunggu.. bukannya kamu lagi sakit, tapi kenapa pelukkanmu bisa seerat ini?” Aku mulai mengerutkan keningku.
“Hehe, maaf kalo aku menyuruh kak Vinra untuk berbohong, itu semua aku lakukan karena aku ingin tahu bagaimana perasaan kamu yang sebenarnya.” Ucapnya, sambil mengeluarkan senyum malaikatnya itu yang tak mungkin aku elakkan.
Aku kemudian mencubitnya dan kami saling tertawa sebagai pertanda awal hidup kami yang bahagia. 
Karya: Putri Ratna Sari

Tidak ada komentar:

Posting Komentar