Theng…Theng…
Theng… Suara benda usang itu membangunkanku, sekuat tenaga kuasah mataku
setajam mungkin agar bisa melihat senyuman sumbringah sang mentari. Kembali
kualihkan pandanganku kepada makhluk yang membangunkanku tadi. Lalu dia
berkata, ”Sekarang pukul tujuh pagi, kau terlambat” Sambil mencibirku.
Ya
Ampuuun! Aku terlambat! Meskipun sudah pukul tujuh, aku akan tetap berangkat ke
sekolah. Aku harus bisa meraih cita-citaku sebagai “Penyelamat Nyawa Sejuta
Umat”. Sekarang pukul tujuh lewat lima belas menit, setidaknya tinggal satu
perjuangan lagi, agar aku sampai ke sekolah, yaitu menyusuri jalan hingga ke
pangkalan angkot.
Ketika
aku berjalan, di seberang jalan yang jaraknya tak lebih dari tiga meter,
kudapati seorang lelaki yang memakai seragam yang sama denganku, dan kuyakini
kita pasti satu sekolah. Hehe, setidaknya aku tidak sendirian terlambat.
Kupercepat langkahku guna mengiringi langkahnya yang besar itu.
Lalu
aku menaiki angkot yang sama dengannya, dan.. “pump” kepalaku membentur palang
pintu angkot tersebut. Dan tanpa rasa ibanya, lelaki tadi mentertawaiku tanpa
sedikitpun takut kalau nantinya aku bakal tersinggung. “Ist, cowok macam apaan
itu? Beraninya mentertawakan cewek! Untung saja cuma dia yang ada di angkot”
Gerutuku dalam hati.
Lalu
kami sampai dan turun dari angkot. Sebelum aku turun, dia memberiku sebuah
ultimatum yang menurutku plus modus dari dia. “Hati-hati ya gadis manis, jangan
sampai kecedot lagi, kasian ntar kepalanya.” Sambil menampakkan senyum tipis di
wajahnya.
***
“Eh,
kamu kok tumben telat sih Na? Biasanya kan kamu the diligent student hehe..”
Tanya Maya padaku, Maya adalah sahabat sehidup semati seperjuangan denganku.
“Iya,
Anna ada acara keluarga kemarin dan pulangnya jam dua belas gitu, jadi telat
deh bangunnya.” Terangku singkat pada Maya, karena Maya bukan tipe orang kepo yang butuh jawaban panjang lebar dalam
menjawab sebuah pertanyaan.
“Ya
udah, kita ke kantin yuk Na, laper niih mumpung gurunya belum datang!?”
Setibanya
di kantin, aku melihat lelaki itu lagi, dia bersama seorang cewek yang terkenal
di sekolah ini, ya Kak Vinra mereka mesra sekali seperti orang tengah pacaran
atau mereka benar-benar sepasang kekasih? Di luar dugaan, aku melontarkan
pertanyaan kepada Maya mengenai jati diri cowok tersebut. Dan ternyata Maya
mengetahuinya.
“Dia
itu Iqbral, cowok pintar yang mungkin IQnya setali tiga uang dengan Einsten.”
Jelas Maya.
Bagaimana
mungkin cowok yang tidak mempunyai attitude, memiliki otak sebrilian itu???
***
Ketika
aku pulang dengan Maya, Iqbral menghampiriku.
“Haiii
gadis manis, mau dianterin pulang nggak?” Ajaknya, sambil memasukkan tangannya
ke dalam saku untuk menimbulkan efek keren, yang sama sekali tak ampuh bagiku.
“Kamu
lucu ya? Kamukan tadi naik angkot bareng aku, terus mau nganterin aku pake
apaan?” Ledekku.
“Aku
bawa motor, cuma kemaren sengaja aku tinggal di sekolah, biar paginya aku bisa
pergi bareng sama kamu, kamu mau kan?” Tanyanya dengan wajah sedikit memelas.
“Nggak
mau, ajak aja tu kak Vinra, dia kan pacar kamu!” Tolakku.
“Hmm,
kayaknya ada yang cemburu nih” Seketika wajahnya yang memelas tadi berevolusi
seperti wajah orang yang berhasil memenangkan lotere.
“Siapa
yang cemburu? Kenal aja enggak? Ya udah, mendingan kita pulang aja yuk May!”
Begitulah
cara Iqbral mendekati diriku, sudah sebulan lamanya dia bersusah payah merebut
hatiku dengan setiap hari membawa bunga, mengajakku untuk pulang dan pergi ke
sekolah bardua, sampai dia pernah menyanyi di tengah-tengah kerumunan sekolah
yang lagunya itu merupakan karyanya sendiri yang dipersembahkan khusus untukku.
Tapi aku malah berkata, “Jangan pernah ganggu aku lagi!” Lalu aku pergi dan
menjauh dari Iqbral. Aku berharap setelah kejadian itu, dia tidak akan pernah
berani lagi mendekati aku.
***
Dan
benar, sudah seminggu dia tidak pernah lagi menampakkan batang hidungnya lagi kepadaku. Kemana Iqbral? Apa hanya segitu pembuktian cintanya kepadaku???
“May,
kamu lihat Iqbral nggak sih?” Tanyaku dengan harap-harap cemas.
“Yee,
kemaren kamu tolak dia, sekarang kamu tanya-tanya tentang dia? Kamu beruntung
tahu Na, orang seganteng dan sepintar Iqbral bisa cinta mati sama kamu. Ya
kalau itu aku nggak tahu Na, coba aja kamu tanya sama kak Vinra, dia kan
kakaknya Iqbral!”
“Haa
kamu bercandakan bilang kak Vinra kakaknya Iqbral? dan darimana kamu tahu kalo
dia cinta mati sama aku?” Aku bener-benar merasa bingung.
“Ya,
udah langsung saja kamu tanya sama kak Vinranya kalo nggak percaya!”
***
“Kak,
bener nggak kalo kakak, kakaknya Iqbral?” Tanyaku heran.
“Iya
sayang, kakak kakaknya Iqbral, sekarang tu dia lagi terbaring lemah di rumah,
dia nggak mau makan semenjak kamu nolak dia. Sebenarnya, dia itu udah lama banget suka sama kamu, tapi baru sekarang dia berani untuk ngungkapinnya.” Terang kak Vinra. Entah kenapa
kakiku segera melangkah ke rumah Iqbral, tanpa menghiraukan kalau sekarang
masih dalam jam belajar. Aku berbohong kepada satpam, dan menyatakan bahwa aku
ingin pulang dikarenakan magku yang kambuh.
Sesampainya
di rumah Iqbral, aku langsung diantarkan pembantunya ke kamar Iqbral.
“Ini
kamar tuan Iqbral, non” Katanya dengan sopan.
Lalu
aku memeluk Iqbral dan mengatakan perasaanku yang sebenarnya bahwa aku
mencintainya juga. Aku hanya takut bahwa ketika aku nantinya terlalu mencintai
Iqbral, dia akan bosan pacaran dengan cewek yang kuper sepertiku.
“Dasar
gadis yang aneh, pacaran itu tidak akan ada
kata bosan, jika kita saling mencintai dengan tulus. Karena cinta itu nama lain
dari saling melengkapi.” Dia membalas
pelukanku dengan sangat erat.
“Hmm,
Bral aku susah nafas kalo kamu memelukku erat seperti ini. Tunggu.. bukannya
kamu lagi sakit, tapi kenapa pelukkanmu bisa seerat ini?” Aku mulai mengerutkan
keningku.
“Hehe,
maaf kalo aku menyuruh kak Vinra untuk berbohong, itu semua aku lakukan karena
aku ingin tahu bagaimana perasaan kamu yang sebenarnya.” Ucapnya, sambil
mengeluarkan senyum malaikatnya itu yang tak mungkin aku elakkan.
Aku
kemudian mencubitnya dan kami saling tertawa sebagai pertanda awal hidup kami
yang bahagia.
Karya: Putri Ratna Sari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar